Selasa, 25 September 2012

kebutuhan manusia terhadap agama


BAB I

KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA
A.    Definisi Agama
Secara etimologis Agama berasal dari bahasa Sanskerta yang tersusun dari kata “a” berarti “tidak”  dan “gam” berarti “pergi”. Dalam bentuk harfiah yang terpadu, kata agama berarti “tidak pergi”, tetap di tempat, langgeng, abadi yang diwariskan secara terus-menerus dari satu generasi kepada generasi yang lainnya.
Pada semua definisi tersebut di atas, ada satu hal yang menjadi kesepakatan semua, yaitu kepercayaan akan adanya sesuatu yang agung di luar alam. Dari sini, kita bisa menyatakan bahwa agama memiliki tiga bagian yang tidak  terpisah, yaitu akidah (kepercayaan hati), syari'at (perintah-perintah dan larangan Tuhan) dan akhlak (konsep untuk meningkatkan sisi rohani manusia untuk dekat kepada-Nya).
B.     Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu:
a.     Faktor Kondisi Manusia
b.    Faktor Status Manusia
c.     Faktor Struktur Dasar Kepribadian
Dalam teori psikoanalisis Sigmun Freud membagi struktur kepribadian manusia dengan tiga bagian. Yaitu: (1). Aspek Das es yaitu aspek biologis. Aspek ini merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif. (2). Aspek das ich, yaitu aspek psikis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk hubungan baik dengan dunia nyata. (3). Aspek das uber ich, aspek sosiologis yang yang mewakili nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat.
Selain faktor yang dimiliki manusia dalam memerlukan agama ada juga alasan mengapa manusia perlu beragama. Alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut, yaitu :
1.      Latar Belakang Fitrah Manusia
Dalam bukunya yang berjudul Perspektif Manusia dan Agama, Murthada Muthahhari mengatakan, bahwa di saat berbicara tentang para nabi, Imam Ali as. menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya.
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara laian diungkapkan oleh kata Al-Nafs. Menurut Qurash Shihab, bahwa dalam pandangan Alquran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia
2.      Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia adalah dalam kehidupan senantiasa menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan syetan sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan.

C.    Fungsi Agama Dalam Kehidupan
Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuatNya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakkekat kemanusiaan (human nature), asal usulnya (antropologis) dan moral  (ethics).
Dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah ini:
a.             Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
b.            Menjawab pelbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
c.             Memainkan fungsi peranan sosial.
d.            Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.




BAB II
KEDUDUKAN DAN FUNGSI MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH, SEBAGAI HAMBA, & SEBAGAI PEMBANGUN
A.HAKEKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
Manusia diciptakan ALLAH SWT berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nuftah, alaqah dan mudqah sehingga menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, menusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan ALLAH SWT. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah dengan mempergunakan bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah umumnya dipahami secara lahiriah. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah, dengan asumsi karena Tuhan berkuasa, maka segala sesuatu dapat terjadi.
B .KARAKTERISTIK MANUSIA
Diantara karakteristik manusia:
1.      Aspek kreasi
2.      Aspek ilmu
3.      Aspek kehendak
4.      Pengarahan akhlak
C.FUNGSI DAN PERANAN MANUSIA
Berpedoman kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai pelaku ajaran allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah.
Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut memulai dari diridan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan Allah, diantaranya adalah :
1.      Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al Mukmin :54)
2.      Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39)
3.      Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 )
D.TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA
1. sebagai khalifah
2. beribadah
Tujuan ibadah ada dua (baik itu ibadah mahdhah, maupun ibadah ghairu mahdhah).
a.      untuk mencapai kesenangan hidup di dunia.
b.      untuk mencapai ketenangan hidup di akhirat. Atau secara sederhananya yaitu untuk mencapai kesenangan dan ketenangan dunia dan akhirat.
Ibadah itu pada hakikatnya dalam rangka tiga hal:
Pertama, membina diri dengan baik.
Kedua, dalam rangka mensucikan diri kita.
Ketiga, mengisi diri dengan sifat yang terpuji, mengisi diri dengan perbuatan baik, dan mengisi diri dengan perbuatan yang berpahala.
·         Golongan Manusia Sebagai Hamba ALLAH dan Khalifah-Nya
Pembagian manusia sebagai hamba Tuhan sekaligus khalifah-Nya adalah seperti berikut:
1. Golongan yang tidak tahu atau tidak sadar yang mereka itu hamba Tuhan dan khalifah-Nya.
Mereka ini adalah golongan yang tidak tahu, tidak sadar atau tidak mengambil tahu apakah dirinya hamba dan khalifah Allah atau tidak karena mereka tidak beriman dengan Al Quran dan As Sunnah. Mereka itulah golongan orang-orang kafir.
2. Golongan yang tahu bahwa mereka adalah hamba dan khalifah Allah di bumi tetapi rasa kehambaan dan kekhalifahannya tidak ada atau tidak wujud. Golongan ini tahu dan sadar bahawa mereka adalah hamba Allah dan khalifah-Nya di bumi tetapi karena jahil, lemah melawan hawa nafsu, cinta dunianya begitu kuat, kepentingan peribadinya terlalu banyak, maka yang demikian rasa kehambaannya kepada Allah begitu lemah.
3. Golongan yang merasa kehambaan dan kekhalifahan kepada Allah di bumi. Rasa kehambaan dan rasa kekhalifahannya kepada Allah itu kuat. Oleh itu mereka dapat melahirkan sifat-sifat kehambaan serta memperhambakan diri kepada Allah dengan membaiki yang fardhu dan sunat Itulah golongan orang yang soleh. Mereka boleh dibahagikan kepada beberapa bahagian pula iaitu:
a. Golongan yang sederhana (golongan ashabul yamin)
b. Golongan muqarrobin
c. Golongan as siddiqin
4. Golongan yang sifat kehambaannya dan memperhambakan diri kepada Allah lebih  menonjol daripada kekhalifahannya kepada Allah. Maksudnya mereka yang dari golongan orang soleh tadi, ada di kalangan mereka, penumpuannya kepada beribadah kepada Allah lebih terlihat dan menonjol dengan menghabiskan masa beribadah, membanyakkan fadhoilul ‘amal, berzikir.
5. Golongan yang sifat kekhalifahannya kepada Allah lebih menonjol daripada sifat kehambaannya Mereka ini yang biasanya diberi tanggungjawab kepimpinan dan mengurus kemasyarakatan oleh orang karena karisma dan sifat-sifat kepimpinan mereka yang menonjol.
6. Golongan yang rasa kehambaannya dan kekhalifahannya sama-sama menonjol. Golongan ini adalah mereka yang menjadi pemimpin baik itu pemimpin-pemimpin negeri, negara atau empayar yang menjalankan hukum-hukum Allah di dalam  kepimpinannya. Mereka ini sibuk sungguh dan menghabiskan waktu untuk memimpin dan beribadah. Sibuk dengan masyarakat, sibuk juga dengan Allah.

BAB III
AGAMA SAMAWI DAN AGAMA ARDHY
Pengertian Agama Samawi dan Agama Ardiy
Menurut sumber ajaran suatu agama, agama-agama tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu;
1.      Agama Samawi
Agama samawi atau disebut juga agama langit, adalah agama yang dipercaya oleh para pengikutnya dibangun berdasarkan wahyu Allah.
2.      Agama Ardly
Agama Ardly sendiri adalah Suatu faham yang berasal dari suatu tradisi, adat istiadat yang harus dilestarikan.
Karakteristik Agama Samawi dan Agama Ardhi
Ada beberapa ciri dan karakteristik utama yang membedakan antara agama samawi dan agama ardhi, berikut ini akan sebutkan beberapa di antaranya saja yaitu :
1)      Bukan tumbuh dari masyarakat, tapi diturunkan untuk masyarakat
Agama samawi tidak diciptakan oleh manusia lewat kontemplasi atau perenungan. Berbeda dengan agama Budha, yang diciptakan oleh Sidharta Gautama. Sang Budha konon dahulu duduk merenung di bawah pohon Bodi, lalu mendapatkan temuan-temuan berupa nilai-nilai kehidupan, yang kemudian dijadikan sebagai dasar agama itu.
Demikian juga, agama samawi sangat jauh berbeda dengan konsep pengertian agama menurut beberapa ilmuwan barat, yang memandang bahwa asalkan sudah mengandung pengabdian kepada suatu kekuatan tertentu, atau ada ajaran tertentu, atau ada penyembahan tertentu, maka sudah bisa disebut agama.
Sementara konsep agama samawi adalah sebuah paket ajaran lengkap yang turun dari langit. Kata samawi mengacu kepada arti langit, karena tuhan itu ada di atas langit menurunkan wahyu. Wahyu bukan sekedar kata-kata ghaib atau magis, melainkan berisi hukum dan undang-undang yang mengatur semua tatanan hidup manusia, mulai dari masalah yang paling kecil hingga yang paling besar. Dari masalah mikro sampai masalah makro.
Agama samawi tidak pernah menciptakan sendiri ajarannya, tetapi menerima ajaran itu dari atas langit begitu saja. Berbeda dengan agama ardhi, di mana ajarannya memang diciptakan, disusun, dibuat dan diolah oleh sesama makhluk penghuni bumi, manusia.
1.      Disampaikan oleh manusia pilihan Allah, utusan itu hanya menyampaikan bukan menciptakan
Karena agama samawi datang dari tuhan yang ada di langit, dan tuhan tidak menampakkkan diriNya secara langsung, maka agama samawi mengenal konsep kenabian.
2.      Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia
Perbedaan lainnya lagi antara agama samawi dan agama ardhi adalah bahwa tiap agama samawi memiliki kitab suci yang turun dari langit. Kitab suci itu datang langsung dari tuhan, bukan hasil ciptaan manusia
Sedangkan agama ardhi seperti Hindu, Budha, Konghucu, Shinto, dan lainnya, meski juga punya kitab yang dianggap suci, namun bukan wayhu yang turun dari langit. Kitab yang mereka anggap suci itu hanyalah karangan dari para pendeta, rahib, atau pun pendiri agama itu. Bukan wayhu, bukan firman, bukan kalamullah, bukan perkataan tuhan.
3.      Konsep tentang Tuhannya adalah tauhid
Agama samawi selalu mengajarkan konsep ketauhidan, baik Islam, yahudi atau pun nasrani. Tuhan itu hanya satu, bukan dua atau tiga, apalagi banyak.Sedangkan agama ardhi umumnya punya konsep bahwa tuhan itu ada banyak. Walau pun ada yang paling besar dan senior, tetapi masih dimungkinkan adanya tuhan-tuhan selain tuhan senior itu, yang boleh disembah, diagungkan, diabdi dan dijadikan sesembahan oleh manusia.
Konsep bertuhan kepada banyak objek ini dikenal dengan istilah polytheisme. Agama dan kepercayaan yang beredar di Cina telah mengarahkan bangsa itu kepada penyembahan dewa-dewa. Ada dewa api, dewa air, dewa hujan, dewa tanah, dewa siang, dewa malam, bahkan ada dewa yang kerjanya minum khamar, dewa mabok.
Agama samawi datang menolak semua konsep tuhan banyak dan beranak pinak. Dalam konsep agama samawi, tuhan hanya satu. Dia Maha Sempurna, tidak sama dengan manusia, Maha Agung dan Maha Suci dari segala sifat kekurangan. Selain tuhan yang satu, tidak ada apa pun yang boleh disembah. Maka tidak ada paganisme (paham kedewaaan) dalam agama samawi.
Penyimpangan Nasrani dan Yahudi dari Karakteristik Agama Samawi
Sebagai agama samawi, agama nasrani dan yahudi awalnya memenuhi 4 kriteria di atas. Namun seiring dengan berjalannya waktu, satu persatu karakteristik itu tanggal dan lenyap. Sepeninggal para nabi mereka, keadaan menjadi berubah 180 derajat.
1)      Agama Diciptakan oleh Tokoh Agama
2)      Menyembah Nabi dan Orang Shalih
3)      Memalsukan Kitab Suci
                                
BAB IV
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM POKOK AGAMA ISLAM
1.      Pengertian Al Quran
Menurut  bahasa, kata Al Quran berasal dari kata qaraa yang berarti bacaaan, kumpulan atau himpunan.
Menurut istilah Al Quran adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dalam Bahasa Arab, merupakan mukjizat Rasulullah, diajarkan secara mutawattir dari genersi ke generasi, dimulai dari surat Al Fatihah dan diakhiri dengan surat An Nas, membacanya merupakan ibadah serta terjaga dari perubahan dan pergantian. 
2.      Kodifikasi Al Quran
Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tidak sekaligus melainkan Al Quran turun secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari. Urutan Al Quran pada saat turun dari langit bumi tidak sebagai mana susunan yang ada sekarang, tetapi turun terpisah-pisah. Ada ayat yang turun karena suatu sebab (Asbab An nuzul) namun ada juga ayat yang turun tanpa suatu sebab apapun.
Kodifikasi Al Quran, pada dasarnya telah dilakukan pada saat Rasulullah masih hidup hanya saja, pengumpulan Al Quran dalam bentuk susunan ayat dan surat dengan sempurna belum dilakukan. Hingga pada saat pemerintahan Khalifah Abu Bakar banyak Hafidz (para sahabat yang menghafal Al Quran) yang gugur dalam peperangan melawan orang-orang murtad, sehingga Abu Bakar mulai melakukan usaha pengumpulan Al Quran, Khalifah Abu Bakar membentuk panitia penyusunan mushaf Al Quran Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Umayah bin Ka’ab dan Usman bin Affan.

3.      Nama – nama dan Kandungan Al Quran
a)        Al Kitab
Al Kitab berarti sesuatu yang ditulis.
b)        Al Furqan
Al Furqan atrinya pembeda atau pemisah.
c)        Adz Dzikri
Adz Dzikri artinya peringatan.
d)        Al Huda
Al Huda artinya petunjuk.
e)        Al Kalam
Al Kalam artinya ucapan atau pembicaraan.
f)         Al Nur
An Nur artinya cahaya.
g)        Asy Syifa
As Syifa artinya obat atau penawar.
2.         Kandungan Al Quran
Isi kandungan Al Quran. Diantaranya adalah:
Menurut Drs. Ali Anwar Yusuf, M. Si. dalam bukunya, secara garis besar Al Quran mengandung pokok-pokok ajaran sebagai berikut:
a.        Prinsip-prinsip keimanan
b.        Prinsip-prinsip syariah
c.         Prinsip-prinsip ibadah
d.        Prinsip-prinsip akhlak atau etika
e.         Janji dan ancaman 
f.         Sejarah kisah-kisah masa lalu
g.        Ilmu pengetahuan.

3.    Fungsi Al qu’ran
1.  Petunjuk bagi Manusia
2. Sumber pokok ajaran islam.
3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
4. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.
4.    Tujuan Pokok Al-Quran
1.      Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
2.      Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual ataukolektif.
3.      Petunjuk mengenal syariat dan hokum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikut ioleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.



BAB V
HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM YANG KE DUA
A.   Defenisi Hadits
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut istilah ulama ahli hadits,hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan terkadang juga sebelumnya.
B.   Fungsi Hadits
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, adalah menguraikan segala sesuatu yang disampaikan dalam Al-Qur`an secara global, samar dan singkat. Dengan demikian Al-Qur`an dan hadits menjadi satu kesatuan pedoman bagi umat Islam.
C.   Struktur hadits
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi)
Ø  Sanad
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW
Ø  Matan
Matan ialah redaksi dari hadits.
D.    Klasifikasi hadits
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan).
Ø  Berdasarkan ujung sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu' .
Ø  Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW
Ø  Berdasarkan jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.
Ø  Berdasarkan tingkat keaslian hadits
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'.
  • Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. Sanadnya bersambung;
    2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
    3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.
  • Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
  • Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
  • Hadits Maudu, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
E.   Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam Yang Ke Dua
Seluruh umat islam, baik yang ahli naqli ataupun yang ahli akal telah sepakat bahwa hadits merupakan dasar hukum islam, yang merupakan salah satu dari sumber hukum islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Al-Quran.
Banyak ayat Al-Quran dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan salah satu sumber hukum islam selain Al-quran yang wajib diikuti sebagaimana mengikuti al-quran, baik dalam bentuk awamir ataupun nawaminya.
F.    Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Al-Hadist Sebagai Sumber Hukum
Sekalipun Al-Qur’an dan As-Sunnah / Al-Hadist sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun di antara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, perbedaan-perbedaan tersebut antaralain ialah:
·         Al-Qur’an nilai kebenarannya adalah qath’i(pasti atau absolut) sedangkan Al-Hadist adalah dzanni / nisbi (mengandung dugaan kecuali hadist mutawatir );
·         Seluruh ayat Al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi tidak semua hadist mesti di jadikan sebagai pedoman hidup.Disamping ada hadist yang shahih ada pula hadist yang dha’if danseterusnya;
·         Al-Qur’an sudah tentu autentik lafadz dan makanannya, sedangkanhadist tidak semuanya autentik.Apabila Al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah Aqidah atau hal-hal yang ghaib maka setiap muslim wajib mengimaninya.Tetapi tidakharus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan olehhadist.
BAB VI
ISLAM SEBAGAI DIENULLAH
A.      Konsepsi Islam tentang Ilmu
Kata ilmu dalam bahasa Arab berarti pengetahuan dalam arti amat luas. Kata ilmu sering disama-artikan dengan kata al-ma'arif, asy-syu’ur, walaupun sebenarnya terdapat sejumlah perbedaan mencolok dalam penggunaan.
Islam adalah peristilahan Al-Qur’an. Karena itu, makna agama dalam kaitan Islam harus dijabarkan sesuai dengan konsepsi Al-Qur’an, bukan dengan konsepsi lain karena bisa menjadi berbeda sekali makna dan ruang lingkupnya.
Arti Dienullah pada hakekatnya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem ciptaan Allah. Termasuk di dalamnya adalah kaidah-kaidah Allah yang melekat dalam sistem tersebut. Kalau Dienullah dihubungkan dengan kehidupan manusia, maka Dienullah menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia dengan lingkungannya, dalam arti lingkungan luas. Keempat, penggambaran pandangan Islam tentang kehidupan bisa disajikan sebagai berikut:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgafbMvxt7DsId3VEiHIPfTohyqRpl8UNEMS2dM6N-JT4-yz820SOx2IfzpU9-yQw7n-Mf3VCeKzsMP0bJP1zfpvWB75-9N-XStjiYhyphenhyphenNzUO3H0jmRWCLD9llJEgfASkzBf0wgVYcQk3hQ-/s400/a.JPG
Kelima, pada setiap ciptaan Allah, baik yang empirik maupun non-empirik terkandung Sunnatullah (ketetapan Allah). Sunnatullah yang terdapat pada setiap ciptaan tersebut bisa bersifat struktural maupun fungsional. Ketetapan struktural adalah karakteristik struktural suatu ciptaan, baik struktur dasar maupun struktur rinci. Ketetapan fungsionai adalah ciri peran agau kegunaan dan antar-hubungan di antara ciptaan-ciptaan tersebut, baik yang bersifat dasar maupun rinci.
Pencermatan terhadap ragam objek ilmu yang tidak lain adalah ragam ciptaan Allah, maka Sunnatullah bisa digolongkan sebagai berikut:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzmay9HdB6EnRDB-8V4AaehRf7tkUeQlZJaF1YNKHNjFbAhraSGV50raOxz6CnEPZ0LePlfaiLahnGF0kVn1hXLDu4fOZZaFXQXsD-3e6TZAw-KxQxG7bczhZP8QkqX5e_-5YUQCnwndVq/s400/b.JPG
Akhirnya, menempatkan A1-Qur'an sebagai sumber segala Sunnatullah berarti menerima tuntutan untuk menjadikannya sebagai rujukan utama (principal reference) dalam setiap upaya penelaahan, penjelajaan, dan penggalian rahasia hidup dan kehidupan, termasuk di dalamnya adalah rahasia alam semesta dan diri manusia sendiri. Berdasarkan konsepsi Islam atas ilmu, yang tidak terbatas pada science, berikut akan disajikan landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu Islam.
B.       Landasan Ontologi Ilmu Islam
Teori pertama dikenal dengan realisme. Sejalan dengan namanya, teori ini berupaya memandang secara realistis terhadap setiap fenomena. Menurut teori ini, sebagai sekumpulan pengetahuan, ilmu merupakan gambaran yang benar dari alam nyata.
Teori kedua disebut idealisme. Menurut idealisme, gambaran yang benar yang tepat sesuai dengan kenyataan sebagimana diteorikan oleh realisme merupakan sesuatu yang mustahil, sesuatu yang tidak mungkin.
C.      Landasan Epistemologi Ilmu Islami
Penelaahan landasan epistemologi ilmu dimaksudkan untuk memberikan kejelasan mengenai persoalan yang berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan. Karena itu, epistemologi ilmu bersangkut-paut dengan prosedur dan proses yang memungkinkan seseorang memperoleh ilmu. Lebih jauh, epistemologi membahas tidak hanya cara-cara yang benar untuk memperoleh ilmu, tetapi juga mempersoalkan konsep dan kriteria kebenaran keilmuan. Dengan mempertimbangkan bahwa selama ini sudah berkembang epistemologi yang bertolak dari kaidah pemisahan antara kebenaran ”ilmiah” dan kebenaran ”agama” (secular) maka tidak bisa dihindari, bagian ini juga menyandingkan dan membandingkan antara paradigma sekularis dengan paradigma Islam.
Lazim diterima bahwa pengetahuan merupakan istilah umum (general term) yang mencakup segenap bentuk pengetahuan, maka secara garis besar pengetahuan dapat digolongkan menjadi tiga kategori utama yaitu: (1) pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang buruk (ethics), (2) pengetahuan tentang apa yang indah dan apa yang jelek (esthetics), dan (3) pengetahuan tentang apa yang benar dan apa yang salah (logics).
1.    Asumsi Dasar Keilmuan Islam
Asumsi dasar pertama epistemologi keilmuan Islam berkenaan dengan prinsip ketauhidan. Pengakuan terhadap kemaha-esaan Allah merupakan prinsip paling dasar dalam agama Islam. Prinsip tauhid itu merupakan prinsip bahwa Allah tunggal secara mutlak, dan secara metafisis dan aksiologis adalah Yang Maha Esa dan Maha Pencipta.
Ø Tiada wujud tanpa Engkau
Ø Semua wujud dari Engkau
Ø Tiada kuasa tanpa Engkau
Ø Semua kuasa dari Engkau
Ø Tiada mungkin tanpa ijin-Mu
Ø Semua mungkin karena titah-Mu
2.    Metodologi Keilmuan Islam
Sekurang-kurangnya ada tiga cara yang ditunjukkan dalam Al-Qur’an tentang bagaimana manusia bisa memperoleh pengetahuan, yakni: (a) melalui kegiatan indra, (b) melalui pemikiran akal, dan (c) melalui penerimaan wahyu. Dua yang pcrtama telah diakui dalam kerangka epistemologi keilmuan sekuler, tetapi cara yang terakhir hanya diakui dalam kerangka epistemologi Islam. Dan urutan penyebutannya menunjukkan urutan tingkatan dan derajat keilmuan dalam Islam. Al-Qur’an menyebutkan awal mula pengetahuan adalah melalui pengamatan indrawi.
Betapapun tinggi pengetahuan akal dibandingkan dengan pengetahuan indra, akal juga dapat jatuh ke dalam kekeliruan-kekeliruan, dan dengan demikian tidak membawa kepada pengetahuan yang benar. Selain karena keterbatasan akal sendiri, ada pula beberapa faktor yang mengacaukan akal, sehingga jatuh ke dalam kekeliruan-kekeliruan yang fatal. Karena itu berlaku prinsip bahwa penalaran yang paling rasional adalah yang menyadari keterbatasan penalaran rasional. karena itu, wahyu merupakan bagian dari khasanah keilmuan Islam. Bila diletakkan kembali dalam kerangka kebenaran ilmu Allah yang bersifat mutlaq, maka pengetahuan wahyu mempunyai tingkat kebe¬naran tertinggi.
D.      Landasan Aksiologi Ilmu Islam
Sebagaimana diuraikan di atas, landasan aksiologi mempertanyakan, untuk apa ilmu itu dipergunakan. Ini menyangkut nilai kegunaan ilmu. Di antara pandangan Islam terhadap nilai ilmu adalah:
1.       ilmu pengetahuan merupakan usaha bersama untuk mengenal tanda-tanda kekuasaan Allah. Dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan, hanya orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang dapat mengenal dan mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah.
2.      Ilmu pengetahuan berusaha menemukan keteraturan alam dan tujuan di balik keteraturan itu. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan sangat teratur dan dalam keadaan seimbang.
3.      Ilmu pengetahuan dikembangkan atas dasar manfaat dan pengabdian kepada Allah. Menurut Islam, ilmu harus dikembangkan dalam rangka untuk mengabdi kepada Allah dalam pengertian yang luas.


BAB VII
AKAL DAN FUNGSINYA MEMAHAMI ISLAM
1.      Pengertian akal
Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai benar atau salah.Namun, karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama. Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang betul-betul sama.
2.      Kejahilan
Akal adalah lawan dari jahl (kebodohan atau kejahilan). Keduanya berlawanan dalam segala tahapnya : ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya. Meski kejahilan mempunyai semacam eksistensi subyektif dan refleksif, tapi ia tidak memberi efek-efek obyektif dan aktual. Seperti halnya eksistensi warna dalam cahaya. Pada hakikatnya, warna tidak memiliki eksistensi obyektif di alam cahaya.

Eksistensi dan Pengetahuan
Pernyataan "aku mengetahui sesuatu" pasti mempraanggapkan kenyataan adanya hubungan refleksif antara pengetahuan dan eksistensi subyek yang mengetahui. Refleksifitas adalah relasi yang mengandung pasangan (a,a,) untuk setiap aÎ A. Kategori eksistensi dan pengetahuan yang tampak berbeda itu, tidaklah dapat dipisahkan dalam perspektif ontologisnya. Mengetahui adalah tingkatan tertentu dari mengada. Singkat kata, eksistensi pengetahuan adalah hubungan subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui.
Pembahasan seputar makna kesatuan obyek dan subyek pengetahuan dalam bahasa filsafat Islam disebut kaidah ittihad al-‘aqil wal ma’qul. Secara istilah, akal digunakan untuk menunjukkan salah satu definisi berikut ini:
1. Kemampuan untuk mengetahui sesuatu.
2. Kemampuan memilah-milah antara kebaikan dan keburukan yang niscaya juga dapat digunakan untuk mengetahui hal-ihwal yang mengakibatkannya dan sarana-sarana yang dapat mencegah terjadinya masing-masing dari keduanya.
3. Kemampuan dan keadaan (halah) dalam jiwa manusia yang mengajak kepada kebaikan dan keuntungan dan menjauhi kejelekan dan kerugian.
4. Kemampuan yang bisa mengatur perkara-perkara kehidupan manusia. Jika ia sejalan dengan hukum dan dipergunakan untuk hal-hal yang dianggap baik oleh syariat, maka itu adalah akal budi. Namun, manakala ia menjadi sesuatu yang mbalelo dan menentang syariat, maka ia disebut nakra` atau syaithanah.
5. Akal juga dapat dipakai untuk menyebut tingkat kesiapan dan potensialitas jiwa dalam menerima konsep-konsep universal.
6. Dalam bahasa filsafat, akal merujuk kepada substansi azali yang tidak bersentuhan dengan alam material, baik secara esensial (dzaty) maupun aktual (fi’ly).


Dan Alquran yang merupakan tajally yang paling sempurna dari haqiqah muhammadiyyah (hakikat ke-Muhammad-an) dapat pula memainkan peran yang sama. Inilah metode penggabungan sisi intelektual, rasional, dan teoretis manusia atau masyarakat dengan sisi individual, sosial, dan praktisnya dalam pandangan-dunia Islam. Pandangan-dunia Islam menggunakan metode ini untuk membangun infrastruktur (rasio), struktur (masyarakat), dan suprastruktur (pemerintahan) sosial kemasyarakatan.
3.      Kedudukan Akal Dalam Islam
Berikut ini sekilas mengenai akal dan betapa pentingnya akal dalam beragama. Lawan dari akal adalah jahl, atau sering pula diistilahkan dengan hawa nafsu. Kita semua tahu, ditinjau dari keberadaan akal dan nafsu, mahluk2 yang Allah karuniai kemampuan berpikir itu ada tiga jenis: malaikat, yang dikaruniai akal saja, tanpa nafsu; hewan, yang hanya dikaruniai nafsu, tanpa akal; dan manusia dan jin, yang Allah swt karuniai akal maupun nafsu.

4.      Agama Adalah Akal

Dalam ensiklopedia ini kami petikkan sebuah hadits yang biasa digunakan orang dan masyhur menunjukkan keutamaan akal dan pikiran. Namun, kebanyakan orang tidak mengenal kepalsuan hadits tersebut.
5.      Fungsi Ilmu, Akal Dan Wahyu Sebagai Citra Diri Intelektual Muslim
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan Allah mempunyai banyak kelebihan jika dibandingkan dengan mahkluk-mahkluk ciptaan Allah yang lainnya.Satu hal  yang membuat manusia lebih baik dari mahkluk yang lain yaitu manusia mampu berpikir dengan akalnya, karena manusia dianugerahi oleh Allah dengan akal sehingga dengannya manusia mampu memilih, mempertimbangkan, menentukan jalan pikirannya sendiri. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan akal. Dengan  akal manusia mampu memahami al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dengan akal juga manusia mampu menelaah kembali sejarah Islam dari masa lampau.
Dalam al-Qur’an dengan jelas Allah SWT  menjelaskan bahwa tidaklah sama antara orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Salah satu ayat yang menyataka hal tersebut adalah terdapat dalam S. Az-Zummar : 9 yang penggalannya yang artinya”…Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zummar: 9)
Dari ayat itu, wajar jika kemudian kita temukan banyak Hadist yang berisi perintah untuk manuntut ilmu. Lebih dari itu bagi Islam menuntut Ilmu adalah satu kewajian pokok yang harus dilakukan oleh umat, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
  
BAB VIII
METODE MEMPELAJARI ISLAM
      Sejak kedatangan Islam abad ke-13 hingga saat ini, pemahaman tentang ke-Islaman umat Islam di Indonesia sangat variatif. Keadaan ini juga terjadi pada negara lain. Gejala seperti ini apakah memang sudah alami yang menjadi sebuah kenyataan untuk bisa diambil hikmahnya, ataukah diperlukan standart umum untuk bisa mengetahui keadaan yang variatif seperti ini. Sehingga sesuatu yang variatif ini tidak keluar dari ajaran yang tekandung dalam al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga tidak akan keluar dari keabsahannya.
      Adanya sejumlah orang yang pengetahuan tentang ke-Islamannya cukup luas dan mendalam, namun tidak terkoordinasi dan tidak tersusun secara sistemik. Karena orang tidak menerima Islam secara sistemik maka antara guru satu dengan yang lainnya tidak akan pernah ketemu karena tidak sebuah silabus yang mengacu menjadi satu kesatuan.
A.    Beberapa Pendapat Tentang Islam
      Ada dua sisi yang dapat digunakan untuk memahami pengertian Agama Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan.
      Kebahasaan Islam dari bahasa Arab salima selamat, sentosa dan damai. Kemudian Aslama berserah diri masuk dalam kedamaian.
      Kata السـلم yang dalam ayat diatas diterjemahkan kedamaian atas Islam, makna dasarnya adalah damai atau tidak mengganggu. Harun Nasution: Islam sebagai agama adalah agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui nabi Muhammad sebagai rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya satu segi, tetapi mengenai beberapa segi dari kehidupan manusia. Orientalis : islam sering di identikkan dengan Mohammadanism dan Mohammedan. Peristilahan ini disamakan pada umumnya agama diluar Islam yang namanya disandarkan kepada nama pendirinya.
      Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Rasul-rasul-Nya berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam semesta.
B.     Metode Memahami dan Mempelajari Islam
Ada berbagai cara memahami dan mempelajari Islam:
1)      Dengan mengenal Allah dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agama lain.
2)      Dengan mempelajari Kitab suci Al-Qur’an dan membandingkan dengan kitab-kitab samawi (atau kitab-kitab yang dikatakan sebagai samawi) lainnya.
3)      Mempelajari kepribadian Rasul Islam dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar pembahruan yang pernah hidup dalam sejarah.
4)      Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran-aliran pemikiran lain.

C.    Akibat Yang Timbul Dari Pemahaman Islam
         Perjalanan Islam samapi kini telah melampui kurun waktu lima belas abad dan dipeluk oleh manusia diseluruh penjuru dunia. Pemikiran Islam dapat diibaratkan dengan sebagai sungai yang besar dan panjang. Wajar jika sumber mata airnya yang semula bening dan jernih serta mengalir pada alur sempit dan deras dalam perjalanannya menuju muara kian melebar, berliku-liku dan bercabang-cabang. Airnya kian pekat karena mengangkut pula lumpur dan sampah. Geraknyapun menjadi lamban.
         Pencampuradukkan antara Islam sebagai agama dan Islam sebagai rangka historis bagi pengembangan budaya dan peradaban telah dilanggengkan dan pernah berkembang lebih kompleks hingga hari ini. Namun demikian, masyarakat-masyarakat Islam harus dikaji dalam dan untuk diri sendiri.
         Mempelajari Islam dengan metode ilmiah saja tidak cukup, karena metode dan pendekatan dalam memahami Islam yang demikian itu masih perlu dilengkapi dengan metode yang bersifat teologis dan normatif.
         Tidak jarang terjadi kesalahan dalam upaya memahami Islam, sehingga berdampak pada kesalahan sikap dalam ber-Islam ataupun dalam menyikapi Islam. Kesalahan dalam upaya memahami Islam ini bersumber pada beberapa hal, diantaranya: Pengambilan sumber yang salah, cara memahami yang salah, pemahaman yang parsial, atau memahami Islam dari prilaku orang-orangnya, bukan dari sumbernya, dll.
         Islam dari Allah. Sumber ajarannya juga dari Allah. Maka sumber ajaran Islam adalah wahyu dari Allah, yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah.
         Kesalahan utama dalam upaya memahami Islam kadang terletak pada pijakannya. Mengambil pijakan yang salah, maka hasilnya-pun bisa salah. Seandainya-pun betul, maka hanya merupakan suatu kebetulan. Diantara kesalahan dalam mengambil sumber hujjah ini adalah:
1)      Berhujjah dengan hadits lemah dan palsu
Kesalahan yang sering terjadi dalam hal ini adalah mengambil hujjah (dalil) dengan hadits-hadits lemah dan palsu. Sebagian mungkin berpendapat bahwa berhujjah dengan hadits lemah dan palsu dalam fadha`il al-a’mal tidak mengapa selama tidak menyangkut masalah i’tikad, Namun masalah ini juga bisa melahirkan kesalahan dalam beragama.
2)      Fanatisme, sehingga mengedepankan perkataan tokoh mazhabnya
Fanatisme pada mazhab atau pada orang tertentu juga berdampak dalam hal ini. Orang kadang lebih suka berhujjah dengan apa kata gurunya, kiyainya, bahkan apa kata orang-orang dulu (nenek moyang).
D.    Metode Pembelajaran Islam
Selain metode dalam memahami dan mempelajari islam, terdapat pula metode pembalajarannya. Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang penting dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan karena dengan metode akan menjadi sarana yang bermakna dan faktor yang akan mengefektifkan pelaksanaan pendidikan.
Apabila metode dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka metode mempunyai fungsi ganda, yaitu yang bersifat polipragmatis dan monopragmatis. Bersifat polipragmatis bilamana metode menggunakan kegunaan yang serba ganda (multipurpose), misalnya suatu metode tertentu pada situasi-situasi tertentu dapat digunakan untuk merusak dan pada kondisi yang lain bisa digunakan membangun dan mengimplikasi bersifat konsisten, sistematis. Mengingat sasaran metode adalah manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Macam-macam metode pembelajaran Islam
Arma’i Arif menjelaskan tentang metode-metode yang dapat dipakai dalam pembelajaran pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
1) Metode ceramah
2) Metode Tanya Jawab
3) Metode Diskusi
4) Metode Demontrasi Dan Eksperimen

BAB IX
SEJARAH MUHAMMADIYAH
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.
Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air. 
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.Dalam usaha mendapatkan pengakuan kepala pemerintah sebagai badan hukum, pada tanggal 20 Desember 1912, Muhammadiyah dibantu oleh Budi Utomo mengajukan surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda agar Muhammadiyah diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Untuk itu Gubernur Jenderal mengirimkan surat permintaan pertimbangan kepada Direktur Van Justitie, Adviseur Voor Inlandsche Zaken, Residen Yogyakarta dan Sri Sultan Hamengku Buwono VI.Setelah melalui proses yang cukup lama, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengakui Muhammadiyah sebagai badan hukum yang tertua dalam Gouvernement Besluit tanggal 22 Agustus 1914, Nomor 81, beserta lampiran statutennya dan berlaku mulai 22/23 Januari 1915.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu'allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu'allimaat Muhammadiyah_khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agama.Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
1.Visi dan misi Muhammadiyah
Pendidikan menempati posisi strategis dalam rangka mencerdaskan umat islam bangsa Indonesia. Untuk itu, agar maksud dan tujuan tersebut tercapai maka harus memiliki visi dan misi.
Visi pendidikan Muhammadiyah adalah pengembangan intelektual peserta didik pada setiap jenis dan jenjang pendidikan yang dikelola oleh organisasi Muhammadiyah. Sedangkan misi pendidikan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam melalui dakwah islam amar ma’ruf nahi munkar di semua aspek kehidupan.

2.Tujuan Muhammadiyah
Setiap tujuan pendidikan Muhammadiyah selalu berhubungan dengan pandangan hidup yang dianut Muhammadiyah. Tujuan umum pendidikan Muhammadiyah secara resmi baru dirumuskan pada tahun 1936 saat kongres Muhammadiyah di Betawi. Dalam kongres tersebut tujuan Muhammadiyah dirumuskan sebagai berikut:
1.      mengiringi anak-anak Indonesia menjadi orang islam yang berkobar-kobar semangatnya.
2.      badannya sehat, tegap bekerja.
3.      hidup tangannya mencari rezeki sendiri, sehingga kesemuanya itu memberi faedah yang besar dan berharga hingga bagi badannya dan juga masyarakat hidup bersama.

Sebenarnya tujuan pendidikan Muhammadiyah sudah ada bersama dengan lahirnya pergerakan Muhammadiyah. Amir Hamzah mengungkapkan bahwa pendidikan Muhammadiyah menurut Ahmad Dahlan antara lain:
a.        baik budi, alim dalam agama.
b.       luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia.
c.        bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.